Senin, 15 November 2010

Aku Masih Seperti Yang Dulu

"Gue ga mau idup gue gini-gini aja, gue ga suka idup yang statis. Gue suka idup yang dinamis."
Oke, kita sangat familiar dengan kata-kata tersebut, hidup yang dinamis, penuh dengan warna, perubahan dan perkembangan. Coba tanyakan berapa banyak yang bisa mewujudkannya? Cobalah tengok ke belakang, ambillah waktu menengok kehidupan Anda 5 tahun ke belakang. Apakah yang Anda lihat? Berapa banyak perubahan yang telah Anda buat untuk mencapai kondisi yang Anda inginkan?

Kita mungkin sudah belajar bahwa segala sesuatu berasal dari mindset, yaitu pikiran, dari pikiran lahirlah kata-kata, dari kata-kata, lahirlah perbuatan, dari perbuatan lahirlah kebiasaan, dari kebiasaan lahirlah karakter, yang merupakan satu kesatuan identitas. Mengingat semua itu memang mudah sekali, hanya saja bukan menghafal yang perlu Anda lakukan, Anda harus mengerti. Karena mengerti lebih penting dari sekedar hafal.

Lalu mengapa setelah mengerti hal tersebut pun banyak orang yang hidupnya statis? Banyak dari mereka terus-menerus mengharapkan hidup yang dinamis, sementara kenyataannya orang-orang di sekeliling dia melihat dirinya terus bernyanyi; "Aku masih seperti yang dulu." (secara konotatif tentunya).

Bahkan ada orang yang terus-menerus berkata "Iman tanpa perbuatan adalah mati." Tapi tidak ada satupun yang baik keluar dari hidupnya. Ironis bukan? Hal ini dikarenakan mindset yang sudah dirubah tidak cukup untuk membuahkan perubahan. Begitu banyak training tentang pengembangan diri, buku-buku pengembangan diri dengan berbagai metode berserakan di toko-toko buku, dari yang gratis sampai yang harus mengeluarkan kocek tidak sedikit. Banyak dari training, buku dan metode tersebut akhirnya hanya menghasilkan pecandu training (saya akan menyebut mereka "trainingholics" mulai saat ini), yakni orang-orang yang sangat antusias mengikuti training, membaca buku pengembangan diri terus-menerus hingga mencapai tahap kecanduan tapi tidak menghasilkan hal konkret apapun. Sama halnya dengan church-holics (istilah baru yang saya buat), mereka adalah orang-orang yang sangat kecanduan dengan gereja. Tiada hari Minggu tanpa pergi ke gereja, bahkan sangat mengagungkan pendeta/pembicara tertentu sehingga lupa esensi makna bergereja yang sesungguhnya. Sebenarnya hal terutama dalam kehidupan adalah mempraktekan iman, karena "faith should be practical", sangat menyedihkan melihat tidak adanya perubahan dalam hidup orang yang notabene taat beribadah.

Semuanya karena mindset mereka berbeda dengan apa yang mereka perbuat. Sangat lucu bila Anda melihat sebuah perencanaan tapi gagal, bahkan berantakan hingga mengalami kemunduran. Ini semua karena tidak kongruennya perencanaan dengan eksekusi. Apa itu Kongruen? Kongruen adalah sebuah keadaan yang dicapai dengan kesamaan. Kata Latin "congruere" berarti datang bersama, sepakat atau setuju. Dalam dunia abstrak kongruen berarti kesamaan antar benda (sama besar, sama berat, sama ukuran, sama bentulk).

Jadi jangan heran apabila hidup Anda tidak mengalami perubahan dalam beberapa tahun terakhir. Anda merasa berjalan di tempat meski sudah mengikuti bermacam-macam training dengan metode mutakhir dan membeli banyak buku. Semua karena mindset Anda tidak kongruen dengan apa yang Anda katakan, apa yang Anda katakan tidak kongruen dengan apa yang Anda perbuat, apa yang Anda perbuat tidak kongruen dengan kebiasaan Anda, kebiasaan Anda tidak kongruen dengan karakter Anda. Menurut saya, Integrated congruence adalah ketika mindset, kata-kata Anda, perbuatan Anda, kebiasaan Anda, karakter Anda, identitas anda berjalan sinkron, sama besar, sama berat, sama dimensi. Karena eksekusi setara, sama pentingnya dengan mindset.

Resapi, renungkan dan praktekkan. Karena perubahan memerlukan tindakan. Ciao.